Minggu, 29 Juni 2014

Siapa Buddha?


Buddha Gautama merupakan salah satu dari pendiri agama besar di dunia. Dilahirkan dengan nama Siddhārtha Gautama (keturunan Gotama yang tujuannya tercapai), dia kemudian menjadi sang Buddha (secara harfiah: orang yang telah mencapai Penerangan Sempurna). Dia juga dikenal sebagai Shakyamuni ('orang bijak dari kaum Sakya') dan sebagai sang Tathagata. Siddhartha Gautama adalah guru spiritual yang juga merupakan pendiri Agama Buddha. Ia secara mendasar dianggap oleh pemeluk Agama Buddha sebagai Buddha Agung (Sammāsambuddha) di masa sekarang.






Kelahiran

Dilahirkan sebagai putra mahkota kerajaan sakya di daerah India Utara (sekarang Nepal). Ayahnya merupakan seorang Raja bernama Suddhodana sedangkan ibunya bernama Ratu Mahamaya. Pangeran Siddharta lahir di taman Lumbini pada tahun 623 SM pada saat bulan purnama. (Konon ketika pangeran Shiddharta lahir, sang pangeran berjalan tujuh langkah ke arah utara. Sebelum kakinya menginjak tanah, teratai tumbuh sebagai alas kakinya).

Masa depan pangeran Siddharta diramal oleh banyak brahmana, hampir semua dari para brahmana itu mengatakan bahwa sang pangeran akan menjadi raja dunia atau seorang yang tercerahkan. Tetapi ada satu brahmana mudah bernama Kondana yang dengan yakin mengatakan bahwa sang pangeran akan menjadi seseorang yang tercerahkan. Ia mengatakan bahwa pangeran akan pergi bertapa setelah melihat empat pertanda, yaitu orang tua, orang sakit, orang mati, dan pertapa. Tidak hanya itu, ketika pertapa Asita diundang Raja Suddhodana untuk melihat bayi tersebut, pertapa Asita langsung tertawa bahagia karena seseorang yang akan mencapai pencerahan telah lahir kepada dunia, tetapi Asita langsung menangis karena dia sadar bahwa dia tidak akan bisa mendapat kebijaksanaan dari sang pangeran karena umurnya. Melihat pertapa Asita bersujud dan menangis di hadapan putranya, Raja Suddhodana untuk pertama kalinya bersujud di hadapan putra yang masih bayi.

Ibu pangeran Siddharta meninggal ketika pangeran Siddharta berumur 7 hari. Kemudian Pangeran Siddharta dirawat oleh bibinya yang bernama Pajapati (adik kandung Ratu Mahayana) yang juga dinikahi oleh Raja Suddhodana. Dari pernikahan ini kemudian lahir seorang putra bernama Nanda dan seorang putri bernama Rupananda.

Masa Kecil

Pangeran Siddharta merupakan anak yang sangat pintar. Ia ahli dalam ilmu pengetahuan, ilmu perang, dll. Ia selalu dilayani oleh pelayan yang cantik, mendapat bimbingan dari guru-guru terbaik, dan menikmati segala kenikmatan duniawi. Diceritakan pula, pangeran Siddharta membuat para gurunya menyerah mengajarnya karena kepandaiannya yang luar biasa.

Ada sebuah kisah ketika perayaan bajak sawah. Pangeran Siddharta tiba-tiba menghilang dari sisi raja. Sang Raja mencari dan menemukan pangeran Siddharta sedang duduk tak bergeming di bawah pohon. Anehnya, bayangan pada pohon tersebut terus menaungi pangeran Siddharta sedangkan bayangan lainnya telah berpindah. Pada saat itu juga, sang Raja bersujud untuk kedua kalinya di hadapan putranya.

Masa Remaja & Dewasa

Ketika pangeran Siddharta berumur 16 tahun, raja Suddhodana mencarikan istri untuk sang pangeran. Pangeran Siddharta menikah dengan putri Yashodara setelah memenangkan sayembara untuk memperistrinya. 

Dalam masa-masa itu, pangeran Sidharta hidup bahagia dengan istrinya dan tinggal di tiga buah istana (istana musim dingin, musim panas, dan musim hujan) yang dibuat oleh raja Suddhodana. Raja Suddhodana takut apabila pangeran Siddharta memutuskan untuk pergi bertapa, maka sang raja memberikan segala kenikmatan duniawi dan menjaga pangeran agar tidak pernah melihat empat pertanda (sakit, tua, mati, dan pertapa). Tetapi apa daya, sang pangeran melihat keempat hal tersebut ketika ia berjalan-jalan keluar istana. Ia memutuskan untuk pergi bertapa meninggalkan istri dan anaknya yang baru lahir, Rahula. Dengan bantuan Canna, kusirnya, pangeran meninggalkan istana pada malam hari pada usia 29 tahun.

Masa Bertapa

Pangeran Siddharta bertapa di bawah bimbingan banyak guru, tetapi ia tidak berhasil mencari obat dari sakit, tua, dan mati. Ia mencoba berbagai cara seperti menyiksa diri, berpuasa, dll (di mana hal itu adalah hal umum yang dilakukanp para pertapa pada zaman itu). 

Pada usia 35 tahun, ia mendengar percakapan dua orang tentang kecapi. Apabila senar kecapi longgar, maka suaranya tidak enak didengar, tetapi apabila senarnya terlalu kencang, maka senar akan putus. Pangeran Siddharta tersadar dan meninggalkan segala latihan penyiksaan dirinya. Ia mulai makan secara teratur sambil bertapa. Melihat hal ini lima orang pertapa yang menemani pangeran, meninggalkannya karena mereka mengira pangeran Siddharta telah menyerah. Tetapi pada saat bulan purnama waisaka, sang pangeran mencapai pencerahan sempurna dan menjadi Buddha di bawah pohon bodhi.

45 Tahun Pengembaraan

Selama 45 tahun, sang Buddha membabarkan dhamma (ajaran) dan mendirikan sangha. Ia berkelana mengelilingi India dan telah mengajarkan cara untuk mengakhiri penderitaan. Di bawah bimbingan sang Buddha, banyak dari murid-muridnya yang telah mencapai pencerahan dari tingkat Sotapanna, Sakadagami, Anagami, sampai Arahat. Sang Buddha juga seorang guru pertama yang menginjinkan terbentuknya sangha Bhikkhuni (sangha wanita). Inti ajaran Sang Buddha berpusat pada empat kesunyataan mulia dan jalan mulia berunsur delapan.

Empat Kesunyataan Mulia : 
1. Kesunyataan tentang adanya Dukkha (Dukkha)
2. Kesunyataan tentang sebab Dukkha (Dukkha Samudaya)
3. Kesunyataan tentang lenyapnya Dukkha (Dukkha Niroda)
4. Kesunyataan tentang jalan berunsur 8 menuju akhir Dukkha (Dukkha Nirodha Gamini Patipada Magga)

Jalan Mulia Berunsur Delapan :

Kebijaksanaan
1. Pengertian Benar (sammä-ditthi)
2. Pikiran Benar (sammä-sankappa)
3. Kemoralan 

Ucapan Benar (sammä-väcä)
4. Perbuatan Benar (sammä-kammanta)
5. Pencaharian Benar (sammä-ajiva)
Konsentrasi 

6. Daya-upaya Benar (sammä-väyäma)
7. Perhatian Benar (sammä-sati)
8. Konsentrasi Benar (sammä-samädhi)

Parinibbana

Sang Buddha parinibbana (wafat) pada usia 80 tahun di bawah dua pohon Sala di Kusinara. Pesan terakhir Sang Buddha adalah :
 ‘Segala sesuatu adalah tidak kekal. Berusahalah dengan sungguh-sungguh.’ (Vaya dhamma sankhara, appamadena sampadetha).”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar